[OPINI] Melihat Demokrasi Dari Suara Tidak Sah

Reported By Pimred Borneo Pos 18 Des 2024, 07:20:36 WIB Kolom & Opini
[OPINI] Melihat Demokrasi Dari Suara Tidak Sah

Keterangan Gambar : Foto : Noorhalis Majid, penulis buku dan budayawan Banjar (18/12/24)


Oleh: Noorhalis Majid


Banjarmasin, Borneopos.com  --  Berdasarkan apa kualitas demokrasi ditentukan? Kualitas demokrasi ditentukan berdasarkan “proses” yang dilaluinya. Bukan berdasarkan hasil. Walau pun hasil yang terpilih dalam Pemilu atau Pilkada tidak sesuai harapan, bahkan mengecewakan atau tidak cocok dengan espektasi ideal, bila prosesnya jujur dan adil, maka apapun hasilnya, itulah demokrasi.

Baca Lainnya :


Berorientasi pada proses demokrasi bertumpu. Bukan pada hasil akhirnya. Bila prosesnya “abal-abal” atau manipulatif, apalagi menghalalkan segala cara untuk menang, sehingga mengabaikan prinsif adil dan jujur, maka demokrasi menjadi cacat.


Demokrasi pada hakekatnya menghargai setiap suara dari warga tanpa melihat status, kedudukan, posisi, jabatan atau tingkat pendidikan. 


Suara orang biasa dengan suara seorang guru besar, sama dihitung satu. Menggambarkan bahwa harga suara setiap orang apapun statusnya, sama tinggi dan nilainya. Kenyataan inilah yang menjadi kekuatan, sekaligus kelemahan demokrasi.


Kita tentu bertanya, kalau nilai satu suara begitu tinggi dalam proses demokrasi, bagaimana dengan jumlah suara tidak sah yang terjadi dalam Pilkada Kalimantan Selatan? 


Kabarnya, suara tidak sah Pilkada Kalimantan Selatan tertinggi se Indonesia. Angkanya lebih 10%, lebih tinggi dari DKI Jakarta dan provinsi lainnya di Indonesia. 


Bahkan, Pilkada Kota Banjarbaru layak masuk museum Muri, karena mampu memecahkan rekor sejarah Pilkada se jagat raya, dimana suara tidak sah mencapai 70%. Melihat angka ini, tentu mustahil disebabkan ketidaktahuan pemilih dalam mencoblos. Pasti karena protes atas proses yang dianggap tidak jujur, tidak adil, yang berarti tidak demokratis.  


Pasti angka 10% atau 70% itu buah dari kesadaran, karena tidak ingin suaranya dimanipulasi atau dicurangi, bahkan oleh regulasi yang tidak memberi keadilan.


Maka jangan abaikan proses dalam demokrasi. Sebab itulah substansinya. Baru dikatakan demokrasi bila ada proses yang partisipatif dan jujur. (nm)





Baca Lainnya :




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment