- Kapolda Kalsel Cek Kesiapan Pengajian Malam 5 Rajab 1447 H
- Gubernur Kalsel Buka Rakerprov KONI Tahun 2025
- HAKORDIA 2025: Pemkab Kotabaru Gelar Sosialisasi dan Diskusi Panel SPI 2025
- Skandal Pemerasan Kejari HSU, LSM GMPD Banjarbaru: Banyak Yang Bisa jadi Target KPK di Kalsel
- Disparpora Kotabaru Sukses Gelar Bupati Cup Kotabaru Hebat 2025
- Wabup Kotabaru Apresiasi Festival Budaya 2025 di Obyek Wisata Kampung Nelayan
- HUT Polhut ke-59, Dishut Kelsel Tekankan Pelestarian Ekosistem Hutan Banua
- Catatan Kritis Akhir Tahun WALHI Kalsel: Rapor Merah Pemprov Atasi Krisis Lingkungan!
- Pelabuhan Stagen Dipadati Penumpang, Pelindo Kotabaru Siagakan Fasilitas dan Personel
- Pemkab Kotabaru dan Kemenag Berikan Penghargaan Peserta MTQ Berprestasi
Opini | Hukum Rimba Jalan Raya

Keterangan Gambar : Foto : Noorhalis Majid
Oleh: Noorhalis Majid
Banjarmasin, Kotabaru -- Di negara-negara maju yang peradaban di jalan rayanya lebih tinggi, sangat memuliakan pejalan kaki sebagai pengguna jalan yang harus diutamakan.
Baca Lainnya :
- Buruknya Pelayanan Publik Di Jalan Raya, Mengakibatkan Rawannya Kecelakaan Lalu Lintas0
- Suwanti Pimpin Paripurna Penetapkan Rusli dan Syairi Sebagai Bupati dan Wabup Terpilih 2025-20300
Lahirlah budaya, dimana truk teronton menghormati mobil kecil - terutama mobil penumpang, mobil menghormati pengemudi kendaraan, kendaraan menghormati pengguna sepeda, dan akhirnya semua pengendara di jalan, mulai dari truk teronton, mobil, kendaraan roda dua dan sepeda, memuliakan pejalan kaki, mengutamakan pengguna kursi roda dan melindungi kelompok disabilitas.
Memang begitulah seharusnya peradaban di jalan raya. Bukan sebaliknya, truk teronton arogan melibas mobil penumpang, mobil merampas hak pengemudi kendaraan, kendaraan semena-mena membahayakan pengguna sepeda, dan semua pengendara di jalan raya merampas hak penjalan kaki, pengguna kursi roda dan tidak melindungi kelompok disabilitas.
Hal demikian menggambarkan hukum rimba jalan raya, dan itulah yang terjadi pada negara-negara yang peradaban di jalan rayanya masih rendah. Yang pelayanan publiknya di jalan raya tidak ditangani secara serius. Jalan raya hanya dijadikan obyek untuk mencari keuntungan dan uang, tidak dalam rangka membangun peradaban, apalagi sampai ekspresi seni dan budaya.
Jalan raya yang sekarang dibangun begitu modern, awalnya adalah jalan setapak untuk pejalan kaki. Sejak 3000 tahun SM sudah ditemukan jalan setapak di Mesopotamia. Dari sanalah peradaban jalan raya pertama seperti di Romawi, Tiongkok, dan India dibangun lebih maju dengan lapisan batu dan kerikil. Di Indonesia sendiri jalan-jalan pertama juga jalan setapak berupa tanah, sampai pihak kolonial membangun jalan melalui sistem kerja paksa.
Kalau jalan semula diperuntukkan untuk pejalan kaki, kenapa kemudian justru pejalan kaki yang tersingkir di jalan raya? Kenapa jalan raya tidak menjadi ekspresi ketinggian peradaban warganya, sehingga pejalan kaki, pengguna kursi roda dan kelompok disabilitas, dimuliakan sebagai pengguna jalan yang diutamakan dan dilindungi. (nm)
Baca Lainnya :
- Lagi, Polres Kotabaru Bekuk Penjual Zenith0
- Kotabaru Miliki UMK Tertinggi Dari Empat Kabupaten Yang Ditetapkan Gubernur Kalsel Tahun 20250


1.jpg)
.jpg)
.jpg)


.jpg)
.jpg)
.jpg)




