- Kapolda Kalsel Cek Kesiapan Pengajian Malam 5 Rajab 1447 H
- Gubernur Kalsel Buka Rakerprov KONI Tahun 2025
- HAKORDIA 2025: Pemkab Kotabaru Gelar Sosialisasi dan Diskusi Panel SPI 2025
- Skandal Pemerasan Kejari HSU, LSM GMPD Banjarbaru: Banyak Yang Bisa jadi Target KPK di Kalsel
- Disparpora Kotabaru Sukses Gelar Bupati Cup Kotabaru Hebat 2025
- Wabup Kotabaru Apresiasi Festival Budaya 2025 di Obyek Wisata Kampung Nelayan
- HUT Polhut ke-59, Dishut Kelsel Tekankan Pelestarian Ekosistem Hutan Banua
- Catatan Kritis Akhir Tahun WALHI Kalsel: Rapor Merah Pemprov Atasi Krisis Lingkungan!
- Pelabuhan Stagen Dipadati Penumpang, Pelindo Kotabaru Siagakan Fasilitas dan Personel
- Pemkab Kotabaru dan Kemenag Berikan Penghargaan Peserta MTQ Berprestasi
Kolom | Dilema Narkoba

Keterangan Gambar : Noorhalis Majid, penulis buku dan pemerhati kebijakan publik, Senin (6/1/25).
Oleh: Noorhalis Majid
Banjarmasin, Borneo Pos -- Tidak ada yang menyangkal, semua berkomitmen dalam pemberantasan narkoba. Tapi kenapa narkoba tidak pernah surut? Kasusnya selalu mencengangkan, karena banyak pihak yang mestinya berkomitmen memberantas, nyatanya memelihara dan beroleh keuntungan dari nakoba.
Baca Lainnya :
- Awalnya Diduga Pelaku Pencurian, Ujungnya AW Diciduk Tim Polsek Sungai Pinang Lantaran Bawa Sabu0
- Polres Samosir Tingkatkan Pengamanan Liburan Tahun Baru 20250
Dialog sore itu di sebuah hotel di pinggiran Sungai Martapura, dihadiri para aktivis dan media masa, bagian dari kepedulian masyarakat sipil atas fenomena publik yang tak berkesudahan. Akhirnya lebih banyak membicarakan hal dan soal yang menjadi dilema dalam penanganan narkoba.
Antara lain, maksud hati ingin mensejahterahkan warga dengan eksploitasi sumber daya alam – karena hanya itu yang mampu dilakukan. Nyatanya aktivitas tersebut justru mengundang maraknya hiburan malam, prostitusi dan lalu narkoba.
Maunya ingin memajukan daerah melalui pariwisata, nyatanya juga mengundang bertumbuhnya hiburan malam, prostitusi dan lantas narkoba.
Katanya melindungi warga, nyatanya lebih suka “pemenjaraan” dari pada direhabilitasi. Mestinya jumlah yang direhabilitasi lebih tinggi angkanya, nyatanya yang dipenjara dan berstatus sebagai pengedar jumlahnya jauh lebih banyak. Mungkinkah penjual lebih banyak dari pembeli?
Katanya warga harus diselamatkan dari bahaya narkoba, nyatanya pusat-pusat rehabilitasi tidak kunjung dibangun. Katannya perang besar terhadap narkoba, buktinya enggan menyatakan darurat narkoba.
Giat penangkapan lebih dianggap prestasi dari pada pencegahan. Padahal bila sadar bahwa yang disasar kejahatan narkoba adalah generasi muda, maka pemenjaraan bukanlah solusi. Perspektif generasi muda sebagai korban, harus dipertajam, sehingga lebih banyak upaya penyelamatan dari pada hukuman.
Mestinya lebih banyak giat yang bertujuan memfasilitasi peningkatan prestasi generasi muda, termasuk oleh Kepolisian. Misalnya diselenggarakan Kapolda Cup hingga Kaplres Cup, dalam berbagai jenis olahraga dan kesenian. Bila anak muda dialihkan perhatiannya pada olahraga dan kesenian, maka pikirannya menjadi positif dan narkoba semakin menjauh.
Sayangnya semua serba dilema, karena narkoba juga potensial sebagai jembatan dalam mengejar kekayaan dan karir. Terbukti banyak yang dijebak hanya untuk memuluskan karir dan prestasi. Dan pengeder dipelihara semaikin gemuk, sebab mendatangkan cuan dan terkait langsung dengan eksploitasi sumber daya alam. (*red/nm)
Baca Lainnya :
- Lagi, Polres Kotabaru Bekuk Penjual Zenith0
- Kotabaru Miliki UMK Tertinggi Dari Empat Kabupaten Yang Ditetapkan Gubernur Kalsel Tahun 20250


1.jpg)
.jpg)
.jpg)


.jpg)
.jpg)
.jpg)




